Berbicara mengenai sistem ekonomi, itu sama artinya
kita berbincang mengenai suatu orde atau tatanan ekonomi yang sengaja
diciptakan untuk memandu segala aktivitas ekonomi menuju “sesuatu” yang
diinginkan atau dicita-citakan. “Sesuatu” yang berdimensi positif, misalnya
kemakmuran, kejayaan, dan kesejahteraan.
Untuk memanifestasi sesuatu yang diinginkan tersebut,
suatu tatanan ekonomi idealnya dibangun atas kristalisasi nilai-nilai filosofis
atau tradisi yang melatari masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonomi. Memang
hal ini kelihatannya mengandung pretensi yang konservatif. Tetapi coba kita
simak, suatu orde atau sistem ekonomi yang sampai sekarang dominan, seperti
sistem kapitalis dibangun dengan latar belakang tradisi laissez faire, liberal
dari masyarakat yang menjunjung tingggi individulisme dan kompetisi yang kuat.
Sehingga ketika sistem tersebut dijadikan sebuah tatanan outcame yang
dihasilkan sungguh menakjubkan. Bahkan sistem kapitalis yang pada mulanya
banyak digugat akan menimbulkan penghisapan yang luar biasa terhadap kaum papa
(pekerja), seperti yang diungkapkan oleh Hegel maupun Karl Marx ternyata tidak
sepenuhnya benar. Sebab dalam perjalannanya kapitalisme sendiri cukup adaptif
terhadap tuntutan dan perubahan jaman.
Kapitalisme dalam sosoknya yang sekarang justru
menunjukkan sosok yang lebih lembut (Capitalist with human face). Misalnya di
negara kapitalis perlindungan konsumen, antimonopoly, tanggung jawab social
atau CSR (corporate social responsibility), dan konservasi alam sungguh sangat
diperhatikan. Bandingkan dengan sistem ekonomi yang tidak dibangun atas dasar
kristalisasi nilai universal seperti komunisme, dalam perjalanannya sarat
dengan korupsi, nepotisme, inefisiensi dan sangat kental dengan pelanggaran HAM
sehingga pada akhirnya sistem ini tumbang begitu saja. Sedangkan negara yang
masih menjadi pengikut sistem ekonomi komunisme cepat-cepat melakukan
penyesuaian secara radikal, seperti yang dilakukan Cina
DISKUSI I
No comments:
Post a Comment